Senin, 27 Oktober 2008

Hoho,, Restoran LuccHu (pLus) UniK. .


Mungkin kata inilah yang paling tepat digunakan un



Wow!

tuk menggambarkan betapa luar biasanya kemajuan marketing restoran yang dilakukan oleh para pemilik restoran di Taiwan dan Jepang. Sebagai ‘gudang’ makanan oriental khas Asia, Taiwan dan Jepang mampu memikat para pengunjungnya dengan konsep-kosep baru yang tidak terbatas hanya dalam sajian menu. Mau tak mau saya harus mengacungkan kedua jari jempol pada ide-ide segar yang mereka tawarkan.

Salah satu restoran di Taiwan yang paling membuat saya sangat terkagum-kagum setelah menyimaknya dari beragam informasi (karena saya memang belum berkesempatan melihat dan merasakannya secara langsung) adalah restoran bernama ‘Modern Toilet’ (Matong). Restoran bernuansa toilet yang tentunya dihindari oleh siapapun ketika sedang makan ini dicetuskan dan dibuka untuk yang pertama kalinya oleh Wang Tzi Wei (Eric Wang) pada tahun 2004. Restoran Toilet ini diinsipirasikan dari sebuah kartun Jepang yang bercerita mengenai tema penyajian menu-menu makanan dan minuman dalam toilet. Hingga saat ini, restoran ‘Modern Toilet’ sudah memiliki 12 cabang di Taiwan selain di Hongkong dan Jepang. Bahkan restoran ini menjadi tren (hit) di kalangan masyarakat Taiwan hanya tujuh bulan setelah peluncuran perdananya. Lantas apa saja keunikan dari restoran yang sepertinya tidak lazim ini? Banyak. Mulai dari dekorasi ruangan, peralatan yang digunakan hingga cara penyajian menu yang mengundang rasa…………..

Dari segi dekorasi, 100 buah tempat duduk yang terdapat di restoran ini terdiri dari toilet modern asli. Meja yang digunakan pun dapat mengeluarkan serbet layaknya rol toilet. Berikutnya, dari segi peralatan yang digunakan. Piring dan mangkuk alias wadah yang digunakan untuk mengisi makanan memiliki beragam bentuk. Antara lain adalah bath-tub, bak mandi, wadah cucian, dan toilet modern. Untuk minuman, digunakan wadah yang menyurupai (maaf) tempat pembuangan urin untuk pria. Suasana dan perlatan-peralatan semacam ini tentu saja mengundang tawa dari para pengunjung. Keunikan dari penyajian menu di restoran ini juga terkait erat dengan peralatan yang digunakan. Menu es krim coklat, misalnya, disajikan di atas sebuah wadah serupa toilet modern dengan bentuk yang (maaf) sangat menyerupai kotoran manusia. Sang pemilik, Eric Wang, mengatakan bahwa menu yang paling laris adalah curry hot pot, curry chicken rice dan es krim coklat karena bentuknya memang sangat menyerupai bentuk aslinya yakni (maaf) kotoran manusia. Harga dari makanan-makanan di restoran ini berkisar antara 150 hingga 250 dollar Taiwan (US$ 6 - US$ 10) untuk main course termasuk sup dan es krim: harga yang masih lumayan terjangkau bagi masyarakat Taiwan. Makanan lain yang cukup laris adalah menu semacam shabu-shabu yang dilengkapi dengan sayuran, sup, dan nasi. Bumbu dari shabu-shabu ini dapat dipilih sesuai selera apakah hendak menggunakan sapi, babi, sayuran, atau bahkan sup yang didominasi oleh susu. Hmmm, nampaknya sangat lezat…. Usai makan, pengunjung pun dapat membersihkan tangan dan mulutnya dengan menggunakan serbet dari rol toilet yang tergantung di mejanya.

Tak heran bila beragam komentar yang berisi decak kagum bermunculan. “Restoran ini sangat lucu dan mengesankan”, kata Chen Bi Fang yang tengah duduk di ‘kursi’ toilet yang berwarna-warni dengan tempat minum ‘urin’ di hadapannya. Chen pertama kali datang setelah melihat tayangan mengenai restoran ini di televisi. “Saya rasa ini adalah restoran paling spesial yang pernah saya kunjungi. Menu-menunya enak dan saya berminat untuk kembali mencobanya di lain waktu,” kata Cheng Hung Chi, seorang pengunjung baru yang mengetahui perihal restoran ini dari internet dan kemudian membawa ibu dan kakak lak-lakinya untuk berkunjung. Meski demikian, ternyata tidak semua pengunjung menikmati sajian demi sajian. Mengapa? Lin Li Ju, seorang ibu asal Taipei mengatakan bahwa anaknya merasa sangat jijik. Sang anak bahkan tidak tahu apa jadinya bila ia menghabiskan makanannya. Ohhh………..

Baiklah, sebaiknya kita segera beralih ke restoran unik lainnya yang ada di Jepang. Restoran di Jepang juga memiliki strategi marketing yang tidak kalah hebatnya dengan Taiwan. Salah satu restoran yang lagi-lagi membuat saya mengatakan wow! adalah restoran yang menawarkan menu ramen di salah satu sudut di Kanagawa, Jepang. Restoran ini sebenarnya menyajikan mie ramen dengan gaya yang tidak asing lagi. Yang luar biasa adalah konsep yang digunakan. Restoran ini sengaja dibuat bersebelahan dengan fasilitas spa yang benar-benar menggunakan kuah ramen (yang tidak dapat diminum, tentunya).

Kuah ramen yang digunakan untuk spa ini juga dilengkapi dengan susu coklat yang biasanya digunakan untuk membuat kuah ramen. Tidak hanya itu, spa dengan kuah ramen ini juga menggunakan mie ramen beserta ekstrak-ekstrak bumbunya seperti bawang dan kolagen yang dapat membantu menciptakan kulit yang indah dengan tingkat kelembaban yang sesuai. Aroma dari merica yang turut dimasukkan juga dapat menyegarkan tubuh dan pikiran. Dengan konsep seperti ini, tentu saja toko dan restoran ramen yang berada di sampingnya menjadi laris manis. Pengunjung dapat menikmati dua hal sekaligus: spa dan makan ramen. Alhasil restoran yang dilengkapi dengan fasilitas spa ini sukses menjadi salah satu kawasan wisata yang banyak diminati oleh turis domestik dan mancanegara.

Dari kedua restoran ini, dapat kita lihat betapa luar biasanya strategi pemasaran yang digunakan dengan memainkan instrumen konsep restoran yang unik. Menu makanan yang ditawarkan oleh kedua restoran ini mungkin ‘hanya’ makanan lokal (oriental) yang cenderung sudah banyak dijajakan di mana-mana. Namun sang pemilik restoran mampu memadukan citra rasa menu makanannya dengan suasana khas yang kemudian menjadi brand-mark dari si restoran. Hal penting lainnya yang patut kita simak adalah upaya mereka membangun konsep yang modern sebagai packaging tanpa menghilangkan substansi utama dari restoran yakni sajian menu lokal atau tradisional. Ide-ide segar semacam ini sangat membantu meningkatkan citra (image) restoran yang berdampak pada meningkatnya pendapatan sang pemilik restoran. Ini tidak mudah dilakukan mengingat semakin ketatnya persaingan antar restoran. Belum lagi harga-harga bahan pangan dewasa ini cenderung meningkat.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Memang, bisnis kuliner menunjukkan peningkatannya dalam lima tahun terakhir. Namun nampaknya hanya sedikit restoran yang mampu menawarkan ide-ide segar yang dapat memikat calon pengunjung untuk berkunjung lebih dari dua kali. Setting restoran di Indonesia cukup banyak yang dibangun unik dengan mengandalkan karakter alam seperti restoran dengan latar belakang persawahan di Bogor. Sayang, harganya cenderung tidak terjangkau oleh masyarakat. Menu yang ditawarkan terkadang sangat ‘barat’ atau sangat ‘oriental’. Pendalaman menu makanan khas Indonesia seperti yang sering disajikan oleh William Wongso sangat jarang dilakukan. Hal ini mungkin terjadi karena pengaruh permintaan pasar alias banyak lidah orang Indonesia yang justru lebih menyukai masakan Barat atau oriental. Yang jelas, strategi pemasaran restoran Indonesia masih banyak memerlukan pembenahan agar dapat bersaing dengan restoran-restoran dari Taiwan dan Jepang. Masih perlu banyak belajar….

1 komentar:

kelas 8Che mengatakan...

Wah, coba ada di indonesia ya..

mm.. ^^